Teringat salah satu
pembahasan terkait materi kuliah saya di dkelas dimana, pada tanggal 16 oktober
yang lalu , dosen saya I Made Andi Arsana menggangkat topik perkuliahan kami terkait
dengan ambisi maritim Indonesia dan peran Indonesia terkait klaim di perariran
laut cina selatan.
Seperti
yang kita tau dewasa kini permasalahan maritim menjadi sorotan utama bangsa ini,
di tahun kepemimpinan Jokowi ini, beliau bersama jajaran menterinya berhasil
membawa ISU maritime ini booming di permukaan Indonesia, bahkan sempat
terdengar ISU bahwasannya akan diadakannya mata pelajaran khusus di tingkat
sekolah dasar yang akan mempelajari maritim Indonesia.
Indonesia
merupakan negara kepuluan terbesar di dunia yang dua pertiga wilayahnya
merupakan perairan, dengan bentuk
geografis negara kepulauan yang besar tersebut membuat Indonesia memiliki wilayah
perairan yang saling bertetangga dengan negara lain, dengan adanya tetangga
negara lain, ibarat rumah Indonesia harus menentukan batas wilayahnya yang
dimana batas wilayahnya disini berupa lautan. Indonesia bertetangga dengan 10
negara lainnya India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau,
Papua Nugini, Timor Leste dan Australia, dan Australia, Sampai saat ini
Indonesia telah memiliki 19 perjanjian batas wilayah laut yang merupaka akumulasi
dari perjanjian Laut Teritorial, ZEE dan landas Kontinen .
Terkait dengan laut China
Selatan, belakang ini mejadi heboh di media sosial, bahakan ada warta berita
yang mengatakan bahwa salah satu pulau yang
dimiliki Indonesia sebut Saja pulau Natuna telah di klaim oleh cina
menjadi miliknya.
Apakah itu semua benar ?
hal
ini tentu ya menimbulkan banyak tanggapan yang saya rasa dapat mempengaruhi
mindset dari seluruh penduduk Indonesia, tentunya hal tersebut perlu ditanggapi
oleh orang yang berasal dari ahlinya ataupun akademisi. Pulau Indonesia di
rebut China? Kita akan kehilangan pulau? Apa benar pulau Natuna termasuk
kepulauan laut cina selatan? Apa benar Indonesia ikut andil dalam klaim
kepulauan di laut cina selatan? Atau apakah benar cina merupakan tetangga
Indonesia ?
Laut cina selatan
merupakan perairan yang tidak sama dengan perairan pada umumnya, laut yang
biasanya posisinya mengelilingi suatu daratan, di laut cina selatan berbeda ,
laut tersebut dikelilingi oleh gugusan kepulauan seperti Indonesia, malaysia,
Singapore, Filipina, Vietnam, china dan lainnya, hal tersebut tentunya akan
sangat berpotensi menimbulkan sengketa. Dikarenakan berdasarkan UNCLOS, negara
yang berbentuk kepulauan berhak mengklaim wilayah perairan sebesar 12 mil laut
territorial , 24 mil continuous zone , 200 mil ZEE dan landas Kontinen . dengan
adanya keputusan tersebut maka , negara-negara yang memiliki letak geografis
berada di sekililing laut China selatan dapat mengklaim wilayah atas laut yang
dapat dimilikinya.
China mengkalim perairan
laut china selatan dengan menggunakan nine dashed line, nine dashed line berupa
garis yang mengitari perairan laut cina Selatan dengan menggunakan garis putus-putus,
namun diketahui bahwasannya penentuan garis putus putus tersebut tidak memiliki
dasar hukum yang kuat, benar bahwasannya uti posidetis juris menjadi landasan
suatu negara untuk memiliki wilayah negaranya , namun dibutuhkan juga bukti
bukti hukum yang jelas berupa Peta ataupun bukti lainnya, peta yang digunakan
china untuk mengklaim perairan laut china selatan pun merupakan peta yang
dibuat oleh Vietnam, namun yang kita ketahui Vietnam dan china mempuyai
hubungan yang kurang erat adanya. Klaim atas
laut China terus berdatangan, tidak hanya china negara lain seperti Filipina,
Vietnam, Malaysia pun turun serta dalam klaim tersebut. Namun bagaimana dengan Indonesia?
Tribunal
The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) kelihatannya ingin
menyentuh soal keabsahan 9 dashed lines yang selama ini menjadi misteri dan
kontroversi. Persoalan utama adalah China tidak pernah menjelaskan makna garis
ini sehingga bakal sulit bagi Tribunal untuk menentukan absah tidaknya. Namun,
dalam putusannya Tribunal kelihatanya "sengaja" membuka ruang untuk
menyentuh keabsahan garis ini sekalipun tanpa kejelasan makna garis ini.Tribunal
menyatakan berwenang untuk menetapkan apakah hukum internasional memberi hak
bagi Negara pantai mengklaim zona maritim diluar UNCLOS. Niat Tribunal untuk
menyentuh soal sensitif ini kelihatannya dipicu oleh implikasi yang lahir
akibat membisunya China soal garis ini. Menurut Tribunal, pihaknya dapat
menafsirkan sendiri posisi rancu semacam ini dan bahkan berkewajiban agar
posisi rancu ini tidak membuat frustrasi para pihak untuk mencari soulusi.
Tribunal menilai "kerancuan" makna
garis ini telah membuat fustrasi para pihak sehingga kelihatannya perlu
diklarifikasi sendiri oleh Tribunal. Jika
Tribunal akhirnya menyatakan garis ini tidak sah, maka lingkup klaim Tiongkok
atas laut china selatan menjadi lebih jelas dan terukur serta dapat diartikulasi berdasarkan
UNCLOS. Ini akan menjadi bagian yang paling kontroversi dari keputusan Tribunal
karena untuk maksud tersebut Tribunal harus menafsirkan sendiri makna garis ini
dan belum tentu sama dengan makna yang dimaksud oleh China sendiri. Namun,
Tribunal dapat saja mencari jalur lain tanpa harus mengkonstruksi makna garis
putus ini, yaitu menyatakan bahwa tidak ada hak historis diluar UNCLOS. Jika ini keputusannya, maka semua negara
claimant akan berbondong-bondong mengklaim bahwa garis putus ini tidak sah. Keputusan
ini tidak hanya akan menguntungkan para negara claimant lainnya melainkan juga
meredakan potensi ketegangan antara Indonesia dan China, sehubungan dengan
nongolnya satu garis ini di perairan Natuna.
Namun, jika Tribunal menyatakan tidak berwenang menguji keabsahan garis
ini karena "ketidakjelasannya", maka soal garis ini akan kembali
menjadi misteri, suatu situasi yang agak bertentangan dengan maksud dan tujuan
Tribunal sebagai lembaga penyelesai sengketa. Apa pun keputusan Tribunal
nantinya dalam pokok perkara akan menjadi perhatian internasional dan
berpotensi untuk mengubah peta konflik LTS. Sekalipun Tingkok akan menolak
putusan ini namun tidak pula dapat disangkal bahwa keputusan ini akan menjadi
soft power dalam konstelasi politik internasional.
Indonesia memang memiliki
potensi konflik dengan Tiongkok Jika saja Nine dashed line yang di klaim oleh
China ini benar adanya, Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung
dalam PBB berkewajiban untuk menghormati keputusan Tribunal nantinya, dan
menjadikannya sebagai referensi hukum dalam menyikapi persoalan-persoalan yang
terkait dengan konflik Laut China Selatan ini.